Fenomena Pacaran Zaman Now

Daftar Isi
Oleh : Wawan Khoirul Anam

Istilah pacaran kini bukan hal yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Saat ini, pacaran sudah dianggap lazim oleh banyak kalangan di berbagai jenjang usia. Bahkan, pacaran kini sudah menjadi trend bagi anak muda. Jika ada anak muda yang teguh untuk tidak pacaran, maka akan dianggap "cupu". Yang lebih menyedihkan lagi, pemuda-pemudi yang dalam tanda kutip dianggap “paham agama” kini juga mulai terpapar virus "pacaran". Mereka mulai me-normalisasi pacaran dengan berbagai alasan yang tidak dapat dibenarkan. 

Pemaknaan terhadap fenomena pacaran akan lebih komprehensif jika kita mengetahui sejarah awal mula fenomena pacaran itu bisa muncul. Sebenarnya pacaran merupakan produk budaya masyarakat Melayu. Pada masa itu, apabila ada seorang laki-laki yang memiliki ketertarikan pada seorang perempuan. Maka, ia dan keluarganya akan mendatangi rumah si perempuan sembari melantunkan beberapa pantun untuk menarik perhatian. Kemudian, orangtua si perempuan akan menanyakan keseriusan si laki-laki untuk menikahi putrinya.  Apabila si perempuan menerima pinangan si laki-laki, maka si perempuan akan diwarnai kukunya dengan daun pacar. Kemudian, kedua belah pihak diberi waktu 3 bulan untuk mempersiapkan berbagai keperluan sebelum menikah seperti ilmu tetang rumah tangga, finansial, mental, dan lain-lain. Namun, jika sampai lebih dari tenggat waktu yang telah ditentukan si laki-laki tidak datang untuk melamar maka terputuslah ikatan pacaran tersebut. Pada konteks zaman itu, pacaran merupakan bentuk kebijaksanaan (local wisdom) bangsa Melayu dalam mengatur hubungan menuju jenjang pernikahan agar tidak menyalahi aturan agama dan norma-norma dalam masyarakat. 

Seiring berjalannya waktu, pemaknaan terhadap fenomena pacaran mengalami evolusi. Pacaran yang dulu  sangat menjunjung nilai-nilai adat ketimuran, kini cenderung vulgar mengikuti budaya masyarakat barat. Beberapa penyebab pergesaran makna fenomena pacaran ini diantarannya mulai munculnya kesadaran masyarakat untuk melawan budaya perjodohan, masifnya perkembangan teknologi dan informasi, dan derasnya pengaruh westernisasi di Indonesia. Saat ini, pacaran dimaknai sebagai hubungan spesial antara laki-laki dan perempuan sebelum menikah yang terkadang disertai perilaku yang menyalahi norma dalam masyarakat seperti berduaan, berpelukan, ciuman, bahkan melakukan hubungan suami istri. Tujuan seseorang berpacaran sekarang juga beragam, ada yang benar-benar karena ingin menikah, ada yang hanya ingin saling mengenal, ada yang hanya iseng, ada juga yang hanya ingin melampiaskan hawa nafsunya.

Gaya pacaran ala barat yang kini dilakukan oleh kebanyakan remaja telah berdampak pada meningkatnya kasus seks bebas di Indonesia. Pacaran menjadi awal mula penyebab terjadinya perilaku seksual seperti kissing, necking, petting, dan intercourse. Perilaku seksual semacam itu akan merangsang seseorang untuk melakukan hubungan seksual. Berdasarkan data hasil penelitian Aprita Yulia Lestari, dkk (2015) cara remaja dalam mengungkapkan kasih sayang terhadap pacarnya dengan meraba/merangsang 10%, ciuman bibir 32%, pegang tangan 88%. Berdasarkan data dari KPAI dan Kementrian Kesehatan tahun 2017 berdasarkan hasil survei didapatkan data 62,7% remaja di Indonesia sudah melakukan hubungan seks bebas atau seks sebelum menikah.

Islam sebenarnya telah memberikan solusi mengenai bagaimana sikap kita dalam menyikapi fenomena pacaran. Namun kebanyakan dari kita malah bersikap acuh tak acuh seakan akan tidak tahu karena kita lebih menuruti hawa nafsu. Padahal jelas telah disebutkan dalam Al-Qur’an surah Al Isra’ ayat 2 yang berbunyi : 

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا

 “Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk.”  (Q.S Al Isra’ ayat 2)

Jika kita melihat fenomena pacaran saat ini, maka pacaran yang sekarang kita lihat dapat diketagorikan sebagai upaya mendekati zina. Karena disitu ada perilaku layaknya sepasang suami istri seperti berduaan, pegangan tangan, dan bahkan jauh lebih dari itu. Dan dari perilaku seperti itulah kebanyakan tindakan zina bermula. 

Selain itu, dalam sebuah hadits Rasulullah telah mewanti-wanti umatnya tentang bahayanya fitnah atau ujiannya seorang wanita. 

عَنْ أَسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا تَرَكْتُ بَعْدِي عَلَى أُمَّتِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاء

   Usamah bin Zaid berkata, bersabda Rasulullah saw: “Sepeninggalku, tidak ada (sumber) bencana yang lebih besar bagi laki-laki selain dari pada wanita” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ini tidak berarti mendiskriminasi perempuan. Namun pada dasarnya godaan wanita memanglah sangat berat dibanding laki-laki. Dan fitrahnya memang laki-laki mudah luluh jika berhadapan dengan wanita. 
Dalam hadits yang lain, Rasulullah telah memberikan solusi bagi kita yang belum mampu menikah untuk berpuasa. 

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وجاءٌ

“Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang sudah mampu ba’at (menikah), maka menikahlah! Sebab, menikah itu lebih mampu menundukkan (menjaga) pandangan dan memelihara kemaluan. Namun, siapa saja yang tidak mampu, maka sebaiknya ia berpuasa. Sebab, puasa adalah penekan nafsu syahwat baginya,” (HR. Muslim). 

Jika kita berpedoman pada petunjuk agama maka sudah seharusnya kita sebagai muslim untuk bersikap arif dalam menyikapi fenomena pacaran yang kian pesat. Kita harus memiliki iman dan prinsip yang teguh, agar tidak terombang ambing oleh dinamika perubahan zaman yang menjauhkan kita dari Allah. Dengan sikap seperti ini, Islam bukan berarti mengingkari adanya cinta atau mahabbah. Justru Islam ingin mengatur agar cinta yang kita miliki dapat tersalurkan pada jalan yang benar, pada jalan yang di ridhoi Allah. 

Dan pada akhirnya, saya ingin menutup tulisan ini dengan closing statement bahwa “Cinta itu anugerah jika di jalan yang benar, namun jika di jalan yang salah maka ia adalah musibah.” Demikian tulisan sederhana saya ini buat, semoga menjadi bahan tafakkur bagi pembaca semuanya.

Wallahu a'lam bishawab

Ranting Tulakan V
Ranting Tulakan V Belajar, berjuang, serta bertaqwa.

Posting Komentar